Seputaran Arsitektur - Arsitektur Kota Menurut Roger Trancik
ROGER TRANCIK (1986)
1. Figure-ground theory
Teori ini lebih menekankan pada pengenalan struktur kota figure and ground; solid and void; atau building and open space. Figure adalah wilayah/ area kota yang terbangun, sedangkan ground adalah wilayah/area kota yang tidak terbangun. Pengenalan terhadap stuktur kota ini berguna untuk mengetahui keteraturan, pola perkembangan, keseimbangan dan kepadatan. Contohnya, pemetaan figure-ground menunjukkan bentuk dan dimensi yang relatif sama untuk daerah terbangun dan tidak terbangun, bisa disimpulkan bahwa pola kota tersebut relatif lebih homogen.
Solid dan void pada Kota Bireuen, Aceh
a. Urban solid
- blok tunggal ; terdapat satu massa bangunan dalam sebuah blok yang dibatasi jalan atau elemen alamiahPersil lahan blok hunian yang ditonjolkan.
- blok yang mendefinisi sisi ; konfigurasi massa bangunan yang menjadi pembatas sebuah ruang.
- blok medan ; konfigurasi yang terdiri dari kumpulan massa bangunan secara tersebar secara luas.
Tipe urban void terdiri dari:
- sistem tertutup yang linear: ruang yang dibatas oleh massa bangunan yang memanjang dengan kesan terutup, biasanya adalah ruang berada di dalam atau belakang bangunan dan umumnya bersifat private atau khusus seperti brandgang.
- sistem tertutup yang memusat ; ruang yang dibatas oleh massa bangunan dengan kesan terutup.
- sistem terbuka yang sentral ; ruang yang dibatasi oleh massa dimana kesan ruang bersifat terbuka namun masih tampak terfokus (misalnya alun-alun, taman kota, dan lain-lain)
- elemen sistem terbuka yang linear merupakan tipologi ruang yang berkesan terbuka dan linear (misalnya kawasan sungai dan lain-lain).
Teori yang memahami struktur kota melalui keterkaitan fungsi satu sama lain. Fungsi vital kota dalam skala yang relatif besar bisa dianggap sebagai generator pertumbuhan kota; seperti fungsi pendidikan, fungsi mall, atau fungsi pabrik. Fungsi-fungsi vital ini men-generate pertumbuhan kota dengan cukup cepat. Seperti contoh, dengan beroperasinya suatu pabrik (dengan skala relatif besar) pada suatu kawasan tertentu, akan men-generate pertumbuhan disekitarnya, seperti pertumbuhan retail, perkampungan menengah dan bawah, fungsi pendidikan, dan lain-lain. Linkage teori menggaris bawahi keterkaitan antara generator-generator kota tersebut.
Keterkaitan secara fisik dapat dilihat melalui beberapa elemen kota, seperti adanya jalan sebagai penghubung, koridor pejalan kaki, jajaran elemen landsekap berupa pohon ataupun elemen vertikal ruang kota yang dominan (seperti jajaran bangunan tinggi). Jenis elemen penghubung generator ini sangat tergantung dengan fungsi yang dihubungkannya dan skala layanan fungsi tersebut; semakin vital dan semakin luas layanan suatu fungsi kota; semakin kuat pula elemen penghubungnya. Secara sederhana, Roger Trancik (1986) mengatakan ”Linkage is simply the glue of the city”.
Fly Over Simpang Surabaya dan Underpass Beurawe, Banda Aceh
Sebuah linkage perkotaan dapat diamati dengan cara dan pendekatan yang berbeda, terdapat 3 pendekatan linkage perkotaan:
a. Linkage yang visual
Dalam linkage yang visual dua atau lebih fragmen kota dihubungkan menjadi satu kesatuan yang secara visual, mampu menyatukan daerah kota dalam berbagai skala. Pada dasarnya ada 2 pokok perbedaan antara linkage visual, yaitu:
- Yang menghubungkan dua daerah secara netral.
- Yang menghubungkan dua daerah, dengan mengutamakan satu daerah.
- Garis: menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa (bangunan atau pohon).
- Koridor: dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) yang membentuk sebuah ruang.
- Sisi: menghubungkan dua kawasan dengan satu massa. Mirip dengan elemen garus namun sisi bersifat tidak langsung.
- Sumbu: mirip dengan elemen koridor, namun dalam menghubungkan dua daerah lebih mengutamakan salah satu daerah saja.
- Irama: menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang.
Menggabungkan dua atau lebih bentuk struktur kota menjadi satu kesatuan tatanan.Menyatukan kawasan kawasan kota melalui bentuk jaringan struktural yang lebih dikenal dengan sistem kolase (collage). Tidak setiap kawasan memiliki arti struktural yang sama dalam kota, sehingga cara menghubungkannya secara hierarkis juga dapat berbeda.
Fungsi linkage struktural di dalam kota adalah sebagai stabilisator dan koordinator di dalam lingkungannya, karena setiap kolase perlu diberikan stabilitas tertentu serta distabilisasikan lingkungannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memprioritaskan sebuah daerah yang menjelaskan lingkungannya dengan suatu struktur, bentuk, wujud, atau fungsi yang memberikan susunan tertentu didalam prioritas penataan kawasan.
Ada tiga elemen linkage struktural yang mencapai hubungan secara arsitektural, yaitu:
- Tambahan: melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya.
- Sambungan: memperkenalkan pola baru pada lingkungan kawasan.
- Tembusan: terdapat dua atau lebih pola yang sudah ada di sekitarnya dan akan disatukan sebagai pola-pola yang sekaligus menembus didalam suatu kawasan.
c. Linkage bentuk yang kolektif
Teori linkage memperhatikan susunan dari hubungan bagian-bagian kota satu dengan lainnya. Dalam teori linkage, sirkulasi merupakan penekanan pada hubungan pergerakan yang merupakan kontribusi yang sangat penting. Linkage memperhatikan dan mempertegaskan hubungan-hubungan dan pergerakan-pergerakan (dinamika) sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric)
Menurut Fumuhiko Maki, Linkage adalah semacam perekat kota yang sederhana, suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan kegiatan yang menghasilkan bentuk fisik suatu kota. Teori ini terbagi menjadi 3 tipe linkage urban space yaitu:
- Compositional form: bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri secara 2 dimensi. Dalam tipe ini hubungan ruang jelas walaupun tidak secara langsung.
- Mega form: susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis lurus dan hirarkis.
- Group form: bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada sepanjang ruang terbuka. Kota-kota tua dan bersejarah serta daerah pedesaan menerapkan pola ini.
Teori ini memahami kota lebih kepada makna dari ruang kota tersebut. Yang dimaksud makna adalah nilai atau value yang berakar dari budaya setempat. Contoh alun-alun di Yogyakarta, ruang kota ini memberikan makna/ nilai tersendiri terhadap kota Yogyakarta, karena nilai historis ruang tersebut dan makna dari alun-alun itu sendiri terhadap struktur kota Yogyakarta secara keseluruhan.
Alun-alun selatan, Yogyakarta
Contoh lainnya adalah Taman Apsari di Surabaya, taman ini memiliki nilai formal dan khusus bagi warga Surabaya karena letaknya yang berhadapan langsung dengan bangunan penting pemerintahan, dan juga event-event kenegaraan yang sering diselenggarakan.
Taman Aspari, Surabaya
Jadi, untuk menggali suatu makna, diperlukan pemahaman dari berbagai segi, bisa itu historis kota, jenis aktifitas, letak terhadap kota, dan lain-lain. Place bukan sekedar space/ ruang, ruang akan menjadi place jika ditandai dengan adanya makna didalamnya. Beberapa pakar perkotaan menandai place sebagai identitas suatu kota. Teori ini dapat dipakai untuk memahami identitas kota, karena teori ini menandai ruang kota karena adanya makna yang menyertainya, dimana makna tersebut unik dan berbeda satu sama lain karena berakar dari budaya setempat.
Sumber:
- https://rullydamayanti.wordpress.com/2011/05/12/teori-klasik-arsitektur-kota
- https://arsadvent.wordpress.com/pakuwon-city/teori-roger-trancik/
- http://zepointstudio.blogspot.com/2012/03/teori-figure-ground.html
NB: Apabila ada yang ingin ditanyakan atau ingin menambahkan lebih lengkapnya, silahkan dicantumkan di kolom komentar :D
0 Comments