Arsitektur Kota Menurut Roger Trancik

Seputaran Arsitektur - Arsitektur Kota Menurut Roger Trancik


ROGER TRANCIK (1986)

Roger Trancik (1986), adalah salah seorang tokoh perancangan kota yang mengemukakan bahwa ketiga pendekatan kelompok teori berikut ini merupakan landasan dalam penelitian perancangan perkotaan, baik secara historis maupun modern. Ketiga pendekatan teori tersebut sama – sama memiliki suatu potensi sebagai strategi perancangan kota yang menekankan produk perkotaan secara terpadu.

Teori-teori klasik Arsitektur Kota dibagi dalam tiga kelompok besar. Pembagian ini lebih kepada fokus dari masing-masing teori; bukan berarti teori yang satu menyalahkan yang lain, tetapi saling melengkapi; yaitu: Figure-ground theory, Linkage theory dan Theory of place (Trancik, 1986).
1. Figure-ground theory

Teori ini lebih menekankan pada pengenalan struktur kota figure and ground; solid and void; atau building and open space. Figure adalah wilayah/ area kota yang terbangun, sedangkan ground adalah wilayah/area kota yang tidak terbangun. Pengenalan terhadap stuktur kota ini berguna untuk mengetahui keteraturan, pola perkembangan, keseimbangan dan kepadatan. Contohnya, pemetaan figure-ground menunjukkan bentuk dan dimensi yang relatif sama untuk daerah terbangun dan tidak terbangun, bisa disimpulkan bahwa pola kota tersebut relatif lebih homogen.

Sedangkan jika dalam pemetaan terlihat bentuk dan dimensi yang sangat bervariasi, disimpulkan bahwa kota tersebut berpola lebih heterogen. Bentuk radial, grid atau organis juga dapat dikenali melalui pemetaan figure-ground. Selain itu teori ini paling mudah untuk mengenali tingkat kepadatan suatu daerah dibandingkan dengan yang lain; terpadat, sedikit padat, atau kurang padat.

Solid dan void pada Kota Bireuen, Aceh

Figure/ground berisi tentang lahan terbangun (urban solid) dan lahan terbuka (urban void). Pendekatan figure ground adalah suatu bentuk usaha untuk memanipulasi atau mengolah pola existing figure ground dengan cara penambahan, pengurangan, atau pengubahan pola geometris dan juga merupakan bentuk analisa hubungan antara massa bangunan dengan ruang terbuka.

a. Urban solid

Tipe urban solid terdiri dari:
  • blok tunggal ; terdapat satu massa bangunan dalam sebuah blok yang dibatasi jalan atau elemen alamiahPersil lahan blok hunian yang ditonjolkan.
  • blok yang mendefinisi sisi ; konfigurasi massa bangunan yang menjadi pembatas sebuah ruang.
  • blok medan ; konfigurasi yang terdiri dari kumpulan massa bangunan secara tersebar secara luas.
b. Urban void

Tipe urban void terdiri dari:
  • sistem tertutup yang linear: ruang yang dibatas oleh massa bangunan yang memanjang dengan kesan terutup, biasanya adalah ruang berada di dalam atau belakang bangunan dan umumnya bersifat private atau khusus seperti brandgang.
  • sistem tertutup yang memusat ;  ruang yang dibatas oleh massa bangunan dengan kesan terutup.
  • sistem terbuka yang sentral ; ruang yang dibatasi oleh massa  dimana kesan ruang bersifat terbuka namun masih tampak terfokus (misalnya alun-alun, taman kota, dan lain-lain)
  • elemen sistem terbuka yang linear merupakan tipologi ruang yang berkesan terbuka dan linear (misalnya kawasan sungai dan lain-lain).
2. Linkage theory

Teori yang memahami struktur kota melalui keterkaitan fungsi satu sama lain. Fungsi vital kota dalam skala yang relatif besar bisa dianggap sebagai generator pertumbuhan kota; seperti fungsi pendidikan, fungsi mall, atau fungsi pabrik. Fungsi-fungsi vital ini men-generate pertumbuhan kota dengan cukup cepat. Seperti contoh, dengan beroperasinya suatu pabrik (dengan skala relatif besar) pada suatu kawasan tertentu, akan men-generate pertumbuhan disekitarnya, seperti pertumbuhan retail, perkampungan menengah dan bawah, fungsi pendidikan, dan lain-lain. Linkage teori menggaris bawahi keterkaitan antara generator-generator kota tersebut.

Keterkaitan secara fisik dapat dilihat melalui beberapa elemen kota, seperti adanya jalan sebagai penghubung, koridor pejalan kaki, jajaran elemen landsekap berupa pohon ataupun elemen vertikal ruang kota yang dominan (seperti jajaran bangunan tinggi). Jenis elemen penghubung generator ini sangat tergantung dengan fungsi yang dihubungkannya dan skala layanan fungsi tersebut; semakin vital dan semakin luas layanan suatu fungsi kota; semakin kuat pula elemen penghubungnya. Secara sederhana, Roger Trancik (1986) mengatakan ”Linkage is simply the glue of the city”.

Fly Over Simpang Surabaya dan Underpass Beurawe, Banda Aceh

Sebuah linkage perkotaan dapat diamati dengan cara dan pendekatan yang berbeda, terdapat 3 pendekatan linkage perkotaan:

a. Linkage yang visual

Dalam linkage yang visual dua atau lebih fragmen kota dihubungkan menjadi satu kesatuan yang secara visual, mampu menyatukan daerah kota dalam berbagai skala. Pada dasarnya ada 2 pokok perbedaan antara linkage visual, yaitu:
  • Yang menghubungkan dua daerah secara netral.
  • Yang menghubungkan dua daerah, dengan mengutamakan satu daerah.

Lima elemen linkage visual, merupakan elemen yang memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang mampung menghasilkan hubungan secara visual, terdiri dari:
  • Garis: menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa (bangunan atau pohon).
  • Koridor: dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) yang membentuk sebuah ruang.
  • Sisi: menghubungkan dua kawasan dengan satu massa. Mirip dengan elemen garus namun sisi bersifat tidak langsung.
  • Sumbu: mirip dengan elemen koridor, namun dalam menghubungkan dua daerah lebih mengutamakan salah satu daerah saja.
  • Irama: menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang.
b. Linkage yang structural

Menggabungkan dua atau lebih bentuk struktur kota menjadi satu kesatuan tatanan.Menyatukan kawasan kawasan kota melalui bentuk jaringan struktural yang lebih dikenal dengan sistem kolase (collage). Tidak setiap kawasan memiliki arti struktural yang sama dalam kota, sehingga cara menghubungkannya secara hierarkis juga dapat berbeda.

Fungsi linkage struktural di dalam kota adalah sebagai stabilisator dan koordinator di dalam lingkungannya, karena setiap kolase perlu diberikan stabilitas tertentu serta distabilisasikan lingkungannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memprioritaskan sebuah daerah yang menjelaskan lingkungannya dengan suatu struktur, bentuk, wujud, atau fungsi yang memberikan susunan tertentu didalam prioritas penataan kawasan.

Ada tiga elemen  linkage struktural yang mencapai  hubungan secara arsitektural, yaitu:
  • Tambahan: melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya.
  • Sambungan: memperkenalkan pola baru pada lingkungan kawasan.
  • Tembusan: terdapat dua atau lebih pola yang sudah ada di sekitarnya dan akan disatukan sebagai pola-pola yang sekaligus menembus didalam suatu kawasan.
c. Linkage bentuk yang kolektif

Teori linkage memperhatikan susunan dari hubungan bagian-bagian kota satu dengan lainnya. Dalam teori linkage, sirkulasi merupakan penekanan pada hubungan pergerakan yang merupakan kontribusi yang sangat penting. Linkage memperhatikan dan mempertegaskan hubungan-hubungan dan pergerakan-pergerakan (dinamika) sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric)

Menurut Fumuhiko Maki,  Linkage  adalah semacam perekat kota yang sederhana, suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan kegiatan yang menghasilkan bentuk fisik suatu kota. Teori ini terbagi menjadi 3 tipe linkage urban space yaitu:
  • Compositional form: bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri secara 2 dimensi. Dalam tipe ini hubungan ruang jelas walaupun tidak secara langsung.
  • Mega form: susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis lurus dan hirarkis.
  • Group form: bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada sepanjang ruang terbuka. Kota-kota tua dan bersejarah serta daerah pedesaan menerapkan pola ini.
3. Theory of place

Teori ini memahami kota lebih kepada makna dari ruang kota tersebut. Yang dimaksud makna adalah nilai atau value yang berakar dari budaya setempat. Contoh alun-alun di Yogyakarta, ruang kota ini memberikan makna/ nilai tersendiri terhadap kota Yogyakarta, karena nilai historis ruang tersebut dan makna dari alun-alun itu sendiri terhadap struktur kota Yogyakarta secara keseluruhan.

Alun-alun selatan, Yogyakarta

Contoh lainnya adalah Taman Apsari di Surabaya, taman ini memiliki nilai formal dan khusus bagi warga Surabaya karena letaknya yang berhadapan langsung dengan bangunan penting pemerintahan, dan juga event-event kenegaraan yang sering diselenggarakan.

Taman Aspari, Surabaya

Jadi, untuk menggali suatu makna, diperlukan pemahaman dari berbagai segi, bisa itu historis kota, jenis aktifitas, letak terhadap kota, dan lain-lain. Place bukan sekedar space/ ruang, ruang akan menjadi place jika ditandai dengan adanya makna didalamnya. Beberapa pakar perkotaan menandai place sebagai identitas suatu kota. Teori ini dapat dipakai untuk memahami identitas kota, karena teori ini menandai ruang kota karena adanya makna yang menyertainya, dimana makna tersebut unik dan berbeda satu sama lain karena berakar dari budaya setempat.

Sumber:
  • https://rullydamayanti.wordpress.com/2011/05/12/teori-klasik-arsitektur-kota
  • https://arsadvent.wordpress.com/pakuwon-city/teori-roger-trancik/
  • http://zepointstudio.blogspot.com/2012/03/teori-figure-ground.html

NB: Apabila ada yang ingin ditanyakan atau ingin menambahkan lebih lengkapnya, silahkan dicantumkan di kolom komentar :D

Post a Comment

0 Comments